Lomba fotografi Holographtion : Pinhole Workshop and Photography Competition telah usai dilaksanakan. Bertempat di Jl. Pemalang No 25, Antapani Kidul, Bandung, proses penjurian pun telah sukses dilangsungkan pada hari Rabu, 26 Januari 2011. Hadir sebagai juri yaitu Riza Marlon (Fotografer Wildlife Indonesia dan penulis buku 'Living Treasures of Indonesia'), Dudi Sugandi (Editor foto Pikiran Rakyat) dan Deni Sugandi (Ketua Komunitas Lubang Jarum Bandung). Dari total 48 karya yang masuk, dipilih 10 karya yang berhak dipamerkan saat Workshop Kamera Lubang Jarum, Sabtu 5 Febuari 2011.
Ditanya disela-sela penjurian, Deni Sugandi mengungkapkan bahwa ada 2 aspek yang umumnya dinilai dalam proses penjurian, yakni kesamaan tema dan teknik foto. "Banyak karya yang masuk yang memiliki teknik foto yang sangat baik, sayang kurang sesuai dengan tema yang diusung panitia, yaitu Simbiosis"
"Kami berusaha memilih yang terbaik dari yang disajikan," ujar Dudi Sugandi yang mengaku agak sulit menentukan Sang Pemenang karena menurutnya tema simbiosis cukup sulit diartikan. "Saya tahunya simbiosis itu yang mutualisme, yang sama-sama untung. Ternyata masih banyak jenis simbiosis yang lain,"
Berbeda dengan Dudi Sugandi, Riza Marlon atau yang biasa disapa om Cha-cha ini mengaku senang sekali bisa terlibat dalam lomba foto yang mengusung tema lingkungan ini. "Saya pikir lomba ini patut diteruskan di tahun-tahun berikutnya, mengingat dewasa ini jarang orang yang tertarik dengan lingkungan. Menurut saya, sumber daya alam di Indonesia ini sangat berpotensi untuk diabadikan, salah satunya melalui fotografi, bukan malah disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab."
Banyak pesan yang disampaikan oleh para Juri terkait dengan lomba fotografi Holographtion ini. Ketiganya berharap bahwa lomba ini akan terus dilanjutkan di tahun-tahun berikutnya. Sama halnya dengan mereka, kami pun selaku panitia juga sangat berharap lomba ini dapat diteruskan. Selain itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam lomba fotografi Holographtion ini, termasuk kepada peserta yang telah berani mengikuti lomba ini. Kalah menang itu biasa, yang penting pengalamannya yang tidak terbayar oleh apapun. Selamat kepada para pemenang! Sampai jumpa tahun depan! (tsy)
Juara I
Fotografer : Dadan Ramdani
Asal : Balikpapan
Judul foto : Pergi Ah
Juara II
Fotografer : Meryam Zahida
Asal : Jakarta
Judul foto : Terjebak
Juara III
Fotografer : Anthony YM Tumimor
Asal : Salatiga
Judul foto : Di Ujung Penantian
Hadiah akan diantar ke alamat masing-masing paling lambat 1 (satu) bulan CAP POS.
Sertifikat bisa diambil Senin s/d Jumat pada jam kerja di Sekretariat Himbio Unpad di Jl. Raya Sumedang Km 21 Jatinangor, Sumedang (Gedung D2 Biologi Universitas Padjadjaran Jatinangor)
atau via e-mail dengan menghubungi Contact Person (CP) terlebih dahulu.
CP : Tasya 085697103356
Tia 081394217966
Artikel terkait :
Workshop Kamera Lubang Jarum Holographtion oleh Humas Unpad
http://www.unpad.ac.id/archives/39124
HOLOGRAPHTION
Senin, 07 Februari 2011
Jumat, 14 Januari 2011
LOMBA FOTOGRAFI HOLOGRAPHTION DIPERPANJANG!
Buat kamu yang belum sempat kirim foto atau hunting gambar karena kekurangan waktu, jangan kuatir!
Lomba fotografi HOLOGRAPHTION diperpanjang hingga 23 Januari 2011*!
So.. tunggu apa lagi! Cepat hunting fotomu dan kirim karyamu ke Jalan Semarang, No. 4 RT 003/RW 011, Antapani Kidul, Bandung 40291.
Siapa tahu kamu pemenang lomba yang kami cari!
*Hanya berlaku untuk mereka yang mau mengirim langsung ke alamat yang tertera di atas (tidak melalui kiriman pos atau paket lainnya)
Lomba fotografi HOLOGRAPHTION diperpanjang hingga 23 Januari 2011*!
So.. tunggu apa lagi! Cepat hunting fotomu dan kirim karyamu ke Jalan Semarang, No. 4 RT 003/RW 011, Antapani Kidul, Bandung 40291.
Siapa tahu kamu pemenang lomba yang kami cari!
*Hanya berlaku untuk mereka yang mau mengirim langsung ke alamat yang tertera di atas (tidak melalui kiriman pos atau paket lainnya)
Senin, 10 Januari 2011
HOLOGRAPHTION : PINHOLE'S WORKSHOP AND PHOTOGRAPHY COMPETITION. Kenali Duniamu dari Lubang Sekecil Jarum.
HOLOGRAPHTION :
PINHOLE’S WORKSHOP AND PHOTOGRAPHY COMPETITION
Kenali Duniamu dari Lubang Sekecil Jarum
Dalam rangka Dies Natalis yang ke-50, Himpunan Mahasiswa Biologi Unpad dan Komunitas Lubang Jarum Bandung mempersembahkan HOLOGRAPHTION : Pinhole’s Workshop and Photograpy Competition. Sebuah ajang fotografi kamera lubang jarum yang akan diselenggarakan pada hari Sabtu, 5 Febuari 2011 bertempat di Gedung Kwarcab Kabupaten Bandung Jl. R.E Martadinata Gedung Pramuka No 157 Bandung. Menghadirkan Ray Bachtiar Drajat (Pendiri Komunitas Lubang Jarum Indonesia) dan Deni Sugandi (Ketua Komunitas Lubang Jarum Bandung).
Komunitas Lubang Jarum sudah cukup lama beredar di Tanah Air. Sang penggagas, fotografer kawakan Ray Bachtiar Drajat, telah sejak tahun 2002 menularkan virus kamera lubang jarum –di luar negeri dikenal dengan sebutan pinhole camera- ke seantero negeri. Berawal dari kecintaannya pada dunia fotografi, Ray melirik kamera lubang jarum karena mewakili sebuah proses panjang yang merangkum semua aspek fotografi.
“Saya melihat di era serba digital ini membuat orang menyukai fotografi secara instan. Fotografi itu adalah sebuah proses merekam cahaya, diharapkan dengan mengerti proses itu akan semakin menambah kecintaan kita pada fotografi. Proses inilah yang membuat kita belajar dan tidak serta merta tahu hasilnya saja,” ujar penggiat fotografi yang pernah bekerja di beberapa majalah terbitan Ibukota ini.
Dengan mempelajari kamera lubang jarum setidaknya kita akan mengetahui proses panjang dibalik terciptanya sebuah gambar yang indah. Selain itu, kita tentu saja berperan aktif mengurangi limbah buang berupa kaleng dan kardus bekas. Atas dasar itu maka Himpunan Mahasiswa Biologi Unpad bekerjasama dengan Komunitas Lubang Jarum Bandung mengusung acara workshop atau pelatihan kamera lubang jarum ini. Di sini kita akan bersama-sama belajar merakit kamera, mengambil gambar, hingga proses pencucian.
Siapa pun memiliki kesempatan menjadi fotografer lubang jarum. Melalui Holographtion : Pinhole’s Workshop and Photography Competition ini, Himpunan Mahasiswa Biologi Unpad berusaha menjembatani kesempatan itu. Marilah menjadi bagian dari Komunitas Lubang Jarum dengan mengikuti Workshop Holographtion : Pinhole’s Workshop and Photography Competition. TERBATAS hanya untuk 75 orang, Terbuka untuk mahasiswa dan umum. HTM Rp 55.000,-, fasilitas (kaos *, sertifikat, coffee break, lunch, workshop kit). CP : Tasya 085697103356 atau Genis 085692645060.
More info please visit Us :
Blog : http://holographtion.blogspot.com
Email : holographtion@yahoo.com
(TSY)
* Untuk 50 orang pendaftar pertama
Selasa, 21 Desember 2010
new poster :)
IKUTI KONTESNYA! RAIH HADIAHNYA!
first winner
Lomo diana F+
2nd winner
Lomo Holga k200nm
3nd winner
Lomo Actionsampler
1st
2nd
3th
ps: ajak temen2 kamu juga yaaa :D
Kamis, 02 Desember 2010
page photography contest
buka deh page ' photography contest ' untuk ngeliat syarat ketentuannya . :))
Senin, 29 November 2010
ikutan yaaaa workshop kamera lubang jarum
Dalam rangka Lustrum Himbio Unpad yang ke-10, kami selaku panitia bermaksud mengadakan workshop 'KAMERA LUBANG JARUM'
ada yg udah tau apa itu kamera lubang jarum ??
atau belom tau ?
kalo belom baca deh blog kita :))
trus ikutan deh workshop nya . tar bisa bikin kamera sendiri lohhh .
workshop akan di adakan pada tanggal 5 FEBRUARI 2011 nanti
further info tengok trus blog kita yaaaaa !! :))
ada yg udah tau apa itu kamera lubang jarum ??
atau belom tau ?
kalo belom baca deh blog kita :))
trus ikutan deh workshop nya . tar bisa bikin kamera sendiri lohhh .
workshop akan di adakan pada tanggal 5 FEBRUARI 2011 nanti
further info tengok trus blog kita yaaaaa !! :))
Minggu, 28 November 2010
Kamera Lubang Jarum - Ray Bachtiar
Ray Bachtiar Dradjat. Pernah mendengar nama itu? Atau mungkin kamera lubang jarum. Merasa familiar dengan teknik fotografi itu? Bagi kamu yang memang pencinta fotografi pasti pernah mendengar namanya, atau malah mengenali sosoknya dengan dekat. Ray Bachtiar memang salah satu fotografer emas yang dimiliki Indonesia. Sudut pandang dan kreatifitasnya dalam mengeksplor dunia fotografi patut diacungi jempol. Oleh karena itu tak jarang banyak pihak yang mengundangnya untuk berbagi ilmu tentang fotografi, khususnya mengenai kamera lubang jarum, seperti halnya yang akan kami lakukan dalam rangka Workshop Kamera Lubang Jarum Bersama Himbio Unpad bulan Febuari 2011.
KAMERA LUBANG JARUM (KLJ) adalah kamera yang bisa dibuat dari kaleng atau dus yang dilubangi sebatang jarum yang di Indonesia ditemukan kembali oleh fotografer Ray Bachtiar Dradjat dan pada tanggal 17 Agustus 2002 mendirikan KLJI, yaitu perkumpulan pemain KLJ yang hingga kini sudah tersebar di lebih 10 kota besar Indonesia. Prestasi yang diraih hingga kini antara lain: dijadikan pelajaran dasar fotografi di Media Rekam ISI Jogja dan institusi lainnya, melahirkan instruktur-instruktur tangguh, hingga mencetak Sarjana KLJ. Meski KLJ bukan alat yang sempurna, namun terbukti bisa mengajak kita untuk berada dalam suatu ruang yang cukup luas untuk olah pikir, olah rasa dan olah fisik. KLJ menawarkan pemanjaan idealisme yang luarbiasa. Maka sangat pantas jika KLJ digunakan sebagai kendaraan untuk “pendidikan” dan juga “seni”.
SEJARAH:
Teknologi fotografi bermula dari keinginan manusia yang nyatanya memang menjadi tuntutan kebutuhan untuk bisa merekam gambar sepersis mungkin. Maka digunakanlah kotak penangkap bayangan gambar, sebuah alat yang mulanya untuk meneliti konstelasi bintang-bintang secara tepat yang dipatenkan seorang ahli perbintangan, Gemma Frisius, tahun 1554. Namun cikal bakalnya sudah dimulai oleh penulis Cina, Moti, pada abad ke-5 SM, Aristoteles pada abad ke-3 SM, dan seorang ilmuwan Arab ibnu al Haitam atau Al Hazen pada abad ke-10 M. Kemudian pada tahun 1558 ilmuwan Itali http://www.britannica.com/eb/topic?idxStructId=470999&typeId=13Giambattista della Porta menyebut “camera obscura” pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar.
Awal abad ke-17, Angelo Sala, ilmuwan yang berkebangsaan Italia menemukan proses “jika serbuk perak nitrat dikenai cahaya warnanya akan berubah menjadi hitam”. Selanjutnya berbagai percobaan pun dilakukan. Hingga tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis Joseph-Nicéphore Niépce (1765-1833), setelah 8 jam meng-exposed pemandangan dari jendela kamarnya melalui proses “Heliogravure” di atas plat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur dan berhasil pula mempertahankan gambar secara permanen. Kemudian ia pun mencoba menggunakan kamera obscura berlensa. Maka pada tahun 1826 lahirlah sebuah “foto” yang akhirnya menjadi awal sejarah fotografi.
Merasa kurang puas, tahun 1827 Niépce mendatangi desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) untuk mengajaknya berkolaborasi. Sayang sebelum menunjukkan hasil optimal, Niépce wafat. Baru pada tanggal 19 Agustus 1839, Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat “foto yang sebenarnya”: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan air suling.
Di Inggris beberapa bulan sebelumnya, tepatnya 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot (1800-1877) memperkenalkan “lukisan fotografi” yang juga menggunakan camera obscura, tapi ia buat positifnya pada sehelai kertas chlorida perak. Kemudian pada tahun yang sama Talbot menemukan cikal bakal film negatif modern yang terbuat dari lembar kertas beremulsi yang bisa digunakan untuk mencetak foto dengan cara contact print, juga bisa digunakan untuk cetak ulang layaknya film negatif modern. Proses ini disebut Calotype yang kemudian dikembangkan menjadi Talbotypes. Untuk menghasilkan gambar positif Talbot menggunakan proses Saltprint. Gambar dengan film negatif pertama yang dibuat Talbot pada Agustus 1835 adalah pemandangan pintu perpustakaan di rumahnya di Hacock Abbey, Wiltshire – Inggris.
Dan di Indonesia, tahun 1997, saat teknologi digital mulai booming, saya yang mulai menggunakan kamera digital karena tuntutan pekerjaan sebagai profesional fotografi pun, mulai resah. Saya tidak anti digital, tapi saya pikir di dunia pendidikan fotografi lebih baik jika “mengetahui sesuatu dari dasarnya dulu”. Maka berawal dari sukses memotret pagar depan rumah tinggal dengan menggunakan KLJ kaleng susu 800 gram dengan negatif kertas Chen Fu tahun 1997, digelarlah workshop perdana pada tahun 2001 di lokasi pembuangan sampah Bantar Gebang dengan asisten instruktur Ipoel, didukung Galeri i-see, dan disponsori Kedutaan Belanda. Akhirnya, September tahun 2001 terbitlah buku “MEMOTRET dengan KAMERA LUBANG JARUM” terbitan Puspaswara. Saya menyebut pinhole camera dengan sebutan Kamera Lubang Jarum (KLJ) karena konsep dasar inovasinya berbeda. Saya tidak terlalu mempermasalahkan “teknik”, tapi mencoba menularkan “rasa yang mendalam” dengan menggunakan kata kunci khas Indonesia: “secukupnya”. Selanjutnya, digelarlah workshop tour “gerilya” di Jawa, Bali, bahkan Makassar, hingga pada 17 Agustus 2002 berani memproklamirkan KOMUNITAS LUBANG JARUM INDONESIA (KLJI) sebagai komunitas para pemain KLJ.
Sebagai sebuah filosofi KLJI sebenarnya tidak mempersoalkan masalah “kamera”, tapi makna “lubang jarum” lah yang kami garis bawahi. Karena lubang jarum bisa berarti kondisi dimana saat sulit datang bertamu dan pada saat seperti itu kita harus mampu meloloskan diri. Pantas jika Leonardo Da Vinci menyatakan: “Siapa yang akan percaya dari sebuah lubang kecil, kita dapat melihat alam semesta”, karena terbukti KLJ mengajak kita untuk berada dalam suatu ruang yang cukup luas untuk olah pikir, olah rasa dan bahkan olah fisik. Tetapi ruang itu harus kita penuhi dengan aksi-aksi nyata.
Sesungguhnyalah, KLJ menawarkan pemanjaan idealisme yang luarbiasa. KLJ menawarkan seni proses yang sangat melelahkan, tapi juga KLJ bisa sangat mengasyikkan. Mungkin hal itulah yang menggelitik sehingga KLJ bagaikan virus. Sangat pantas jika KLJ di Indonesia digunakan sebagai kendaraan untuk masalah “pendidikan” dan juga masalah “seni”. Ini terbukti saat mengikuti “Gigir Manuk Multicultural Art Camp” bulan september 2002 di Bali. KLJ di terima para seniman Bali dengan tangan terbuka. Malah kami sempat berkolaborasi bersama seniman lainnya seperti seniman lukis, tekstil dan bahkan teater.
Pada buku ke-dua yang diterbitkan Gramedia dalam bentuk majalah edisi Spesial Chip Foto Video bertajuk “RITUAL FOTOGRAFI” pada tahun 2008, saya menekankan bahwa fotografer harus melek digital tapi tetap menggarisbawahi pentingnya ber-KLJ; bahkan pada peluncuran buku tersebut digelar workshop KLJ tingkat lanjut yang selalu dicitakan sejak berdirinya KLJI 6 tahun silam, mencetak foto dengan teknik cetak penemu fotografi, William Henry Fox Talbot, abad 19, Saltprint. Dengan misi melahirkan kreator dan Instruktur yang berkwalitas, juga jika suatu masa bahan KLJ seperti kertas foto, developer, fixer, tidak lagi diproduksi akibat pasar yang berubah menjadi full digital, popularitas KLJ tidak akan lenyap bahkan seperti lahir kembali. Seperti sejarah lahirnya kamera beberapa abad lalu. Bahkan mungkin bisa melahirkan 10 George Eastman “Kodak” versi Indonesia serta bisa mencuri kembali waktu 100 tahun proses penemuan yang “hilang” di dunia fotografi Indonesia.
Tentu sangat ekslusif! Karena hanya orang2 tertentu saja yang mampu membuat bahan KLJ dengan tangan mereka sendiri (handmade). Bagi Indonesia yang kaya akan bahan baku dan orang-orang kreatif, peristiwa seperti itu bukan sebuah khayalan. Membangkitkan kembali proses salt print, albumen print, cyanotype dan banyak lagi, sepertinya bukan masalah besar. Terbukti keterbatasan alat dan bahan yang selama ini menghantui, berubah menjadi kelebihan bahkan pada akhirnya malah menjadi khas daerah. Sebagai misal, karena di Jogja kaleng rokok mudah didapat lahirlah KLJ kaleng rokok, bahkan ditemukan pula KLJ kaleng yang bisa menghasilkan distorsi yang luarbiasa dan ini lahir dan menjadi khas KLJ Jogja. Tapi karena di Malang kaleng susah didapat, maka lahirlah KLJ pralon bahkan lahir pula seorang ahli kamera KLJ kotak tripleks. Dan di jakarta lahir kamera KLJ “pocket” dalam arti sebenarnya, bisa dimasukan ke dalam saku.
Dan jika efek KLJ disebutkan tidak akrab lingkungan, justru hikmahnya adalah kita dapat menyisipkan pesan dan memperkenalkan cara menangani limbah yang ditimbulkan dalam proses fotografi analog dengan benar. KLJ mengajarkan kita menata limbah dan puing dunia menjadi lebih berarti. KLJ mengingatkan kita akan dunia materi yang fana sekaligus menjadi alat untuk pendidikan jiwa, penggemblengan rasa, dan eksplorasi kreativitas bagi para kreator fotografi Indonesia.
KLJ bukan alat yang sempurna tapi kendaraan untuk menjadi sempurna, meski hingga saat ini KLJI masih sarat dengan berbagai ujian, saya tetap yakin, bahwa kita masih ada di jalan yang benar.
(Ray Bachtiar Drajat)
Ragam KLJ
Kamera KLJ tahun 2001 karya Ray Bachtiar Drajat
Kamera Poket KLJ
Gemma Frisius 1545 Crop
Foto KLJ Pertama karya Ray Bachtiar Drajat: Pagar Rumah Tinggal, 1997
Kuda Kasongan karya Ray Bachtiar Drajat, 2001
Guest House Kebun Raya Bogor
Langganan:
Postingan (Atom)