Selasa, 21 Desember 2010

new poster :)






IKUTI KONTESNYA! RAIH HADIAHNYA!


first winner 
Lomo diana F+
2nd winner
Lomo Holga k200nm
3nd winner
Lomo Actionsampler




1st
      11208diana_f_camera05.jpg
  
2nd
       


3th

   











ps: ajak temen2 kamu juga yaaa :D

Kamis, 02 Desember 2010

Senin, 29 November 2010

ikutan yaaaa workshop kamera lubang jarum

Dalam rangka Lustrum Himbio Unpad yang ke-10, kami selaku panitia bermaksud mengadakan workshop 'KAMERA LUBANG JARUM'


ada yg udah tau apa itu kamera lubang jarum ??
atau belom tau ?
kalo belom baca deh blog kita :))
trus ikutan deh workshop nya . tar bisa bikin kamera sendiri lohhh .


workshop akan di adakan pada tanggal 5 FEBRUARI 2011 nanti


further info tengok trus blog kita yaaaaa !! :))

Minggu, 28 November 2010

Kamera Lubang Jarum - Ray Bachtiar

Ray Bachtiar DradjatRay Bachtiar Dradjat. Pernah mendengar nama itu? Atau mungkin kamera lubang jarum. Merasa familiar dengan teknik fotografi itu? Bagi kamu yang memang pencinta fotografi pasti pernah mendengar namanya, atau malah mengenali sosoknya dengan dekat. Ray Bachtiar memang salah satu fotografer emas yang dimiliki Indonesia. Sudut pandang dan kreatifitasnya dalam mengeksplor dunia fotografi patut diacungi jempol. Oleh karena itu tak jarang banyak pihak yang mengundangnya untuk berbagi ilmu tentang fotografi, khususnya mengenai kamera lubang jarum, seperti halnya yang akan kami lakukan dalam rangka Workshop Kamera Lubang Jarum Bersama Himbio Unpad bulan Febuari 2011.


KAMERA LUBANG JARUM (KLJ) adalah kamera yang bisa dibuat dari kaleng atau dus yang dilubangi sebatang jarum yang di Indonesia ditemukan kembali oleh fotografer Ray Bachtiar Dradjat dan pada tanggal 17 Agustus 2002 mendirikan KLJI, yaitu perkumpulan pemain KLJ yang hingga kini sudah tersebar di lebih 10 kota besar Indonesia. Prestasi yang diraih hingga kini antara lain: dijadikan pelajaran dasar fotografi di Media Rekam ISI Jogja dan institusi lainnya, melahirkan instruktur-instruktur tangguh, hingga mencetak Sarjana KLJ. Meski KLJ bukan alat yang sempurna, namun terbukti bisa mengajak kita untuk berada dalam suatu ruang yang cukup luas untuk olah pikir, olah rasa dan olah fisik. KLJ menawarkan pemanjaan idealisme yang luarbiasa. Maka sangat pantas jika KLJ digunakan sebagai kendaraan untuk “pendidikan” dan juga “seni”.

SEJARAH:
Teknologi fotografi bermula dari keinginan manusia yang nyatanya memang menjadi tuntutan kebutuhan untuk bisa merekam gambar sepersis mungkin. Maka digunakanlah kotak penangkap bayangan gambar, sebuah alat yang mulanya untuk meneliti konstelasi bintang-bintang secara tepat yang dipatenkan seorang ahli perbintangan, Gemma Frisius, tahun 1554. Namun cikal bakalnya sudah dimulai oleh penulis Cina, Moti, pada abad ke-5 SM, Aristoteles pada abad ke-3 SM, dan seorang ilmuwan Arab ibnu al Haitam atau Al Hazen pada abad ke-10 M. Kemudian pada tahun 1558 ilmuwan Itali http://www.britannica.com/eb/topic?idxStructId=470999&typeId=13Giambattista della Porta menyebut “camera obscura” pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar.

Awal abad ke-17, Angelo Sala, ilmuwan yang berkebangsaan Italia menemukan proses “jika serbuk perak nitrat dikenai cahaya warnanya akan berubah menjadi hitam”. Selanjutnya berbagai percobaan pun dilakukan. Hingga tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis Joseph-Nicéphore Niépce (1765-1833), setelah 8 jam meng-exposed pemandangan dari jendela kamarnya melalui proses “Heliogravure” di atas plat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur dan berhasil pula mempertahankan gambar secara permanen. Kemudian ia pun mencoba menggunakan kamera obscura berlensa. Maka pada tahun 1826 lahirlah sebuah “foto” yang akhirnya menjadi awal sejarah fotografi.
Merasa kurang puas, tahun 1827 Niépce mendatangi desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) untuk mengajaknya berkolaborasi. Sayang sebelum menunjukkan hasil optimal, Niépce wafat. Baru pada tanggal 19 Agustus 1839, Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat “foto yang sebenarnya”: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan air suling.
Di Inggris beberapa bulan sebelumnya, tepatnya 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot (1800-1877) memperkenalkan “lukisan fotografi” yang juga menggunakan camera obscura, tapi ia buat positifnya pada sehelai kertas chlorida perak. Kemudian pada tahun yang sama Talbot menemukan cikal bakal film negatif modern yang terbuat dari lembar kertas beremulsi yang bisa digunakan untuk mencetak foto dengan cara contact print, juga bisa digunakan untuk cetak ulang layaknya film negatif modern. Proses ini disebut Calotype yang kemudian dikembangkan menjadi Talbotypes. Untuk menghasilkan gambar positif Talbot menggunakan proses Saltprint. Gambar dengan film negatif pertama yang dibuat Talbot pada Agustus 1835 adalah pemandangan pintu perpustakaan di rumahnya di Hacock Abbey, Wiltshire – Inggris.
Dan di Indonesia, tahun 1997, saat teknologi digital mulai booming, saya yang mulai menggunakan kamera digital karena tuntutan pekerjaan sebagai profesional fotografi pun, mulai resah. Saya tidak anti digital, tapi saya pikir di dunia pendidikan fotografi lebih baik jika “mengetahui sesuatu dari dasarnya dulu”. Maka berawal dari sukses memotret pagar depan rumah tinggal dengan menggunakan KLJ kaleng susu 800 gram dengan negatif kertas Chen Fu tahun 1997, digelarlah workshop perdana pada tahun 2001 di lokasi pembuangan sampah Bantar Gebang dengan asisten instruktur Ipoel, didukung Galeri i-see, dan disponsori Kedutaan Belanda. Akhirnya, September tahun 2001 terbitlah buku “MEMOTRET dengan KAMERA LUBANG JARUM” terbitan Puspaswara. Saya menyebut pinhole camera dengan sebutan Kamera Lubang Jarum (KLJ) karena konsep dasar inovasinya berbeda. Saya tidak terlalu mempermasalahkan “teknik”, tapi mencoba menularkan “rasa yang mendalam” dengan menggunakan kata kunci khas Indonesia: “secukupnya”. Selanjutnya, digelarlah workshop tour “gerilya” di Jawa, Bali, bahkan Makassar, hingga pada 17 Agustus 2002 berani memproklamirkan KOMUNITAS LUBANG JARUM INDONESIA (KLJI) sebagai komunitas para pemain KLJ.
Sebagai sebuah filosofi KLJI sebenarnya tidak mempersoalkan masalah “kamera”, tapi makna “lubang jarum” lah yang kami garis bawahi. Karena lubang jarum bisa berarti kondisi dimana saat sulit datang bertamu dan pada saat seperti itu kita harus mampu meloloskan diri. Pantas jika Leonardo Da Vinci menyatakan: “Siapa yang akan percaya dari sebuah lubang kecil, kita dapat melihat alam semesta”, karena terbukti KLJ mengajak kita untuk berada dalam suatu ruang yang cukup luas untuk olah pikir, olah rasa dan bahkan olah fisik. Tetapi ruang itu harus kita penuhi dengan aksi-aksi nyata.
Sesungguhnyalah, KLJ menawarkan pemanjaan idealisme yang luarbiasa. KLJ menawarkan seni proses yang sangat melelahkan, tapi juga KLJ bisa sangat mengasyikkan. Mungkin hal itulah yang menggelitik sehingga KLJ bagaikan virus. Sangat pantas jika KLJ di Indonesia digunakan sebagai kendaraan untuk masalah “pendidikan” dan juga masalah “seni”. Ini terbukti saat mengikuti “Gigir Manuk Multicultural Art Camp” bulan september 2002 di Bali. KLJ di terima para seniman Bali dengan tangan terbuka. Malah kami sempat berkolaborasi bersama seniman lainnya seperti seniman lukis, tekstil dan bahkan teater.
Pada buku ke-dua yang diterbitkan Gramedia dalam bentuk majalah edisi Spesial Chip Foto Video bertajuk “RITUAL FOTOGRAFI” pada tahun 2008, saya menekankan bahwa fotografer harus melek digital tapi tetap menggarisbawahi pentingnya ber-KLJ; bahkan pada peluncuran buku tersebut digelar workshop KLJ tingkat lanjut yang selalu dicitakan sejak berdirinya KLJI 6 tahun silam, mencetak foto dengan teknik cetak penemu fotografi, William Henry Fox Talbot, abad 19, Saltprint. Dengan misi melahirkan kreator dan Instruktur yang berkwalitas, juga jika suatu masa bahan KLJ seperti kertas foto, developer, fixer, tidak lagi diproduksi akibat pasar yang berubah menjadi full digital, popularitas KLJ tidak akan lenyap bahkan seperti lahir kembali. Seperti sejarah lahirnya kamera beberapa abad lalu. Bahkan mungkin bisa melahirkan 10 George Eastman “Kodak” versi Indonesia serta bisa mencuri kembali waktu 100 tahun proses penemuan yang “hilang” di dunia fotografi Indonesia.
Tentu sangat ekslusif! Karena hanya orang2 tertentu saja yang mampu membuat bahan KLJ dengan tangan mereka sendiri (handmade). Bagi Indonesia yang kaya akan bahan baku dan orang-orang kreatif, peristiwa seperti itu bukan sebuah khayalan. Membangkitkan kembali proses salt print, albumen print, cyanotype dan banyak lagi, sepertinya bukan masalah besar. Terbukti keterbatasan alat dan bahan yang selama ini menghantui, berubah menjadi kelebihan bahkan pada akhirnya malah menjadi khas daerah. Sebagai misal, karena di Jogja kaleng rokok mudah didapat lahirlah KLJ kaleng rokok, bahkan ditemukan pula KLJ kaleng yang bisa menghasilkan distorsi yang luarbiasa dan ini lahir dan menjadi khas KLJ Jogja. Tapi karena di Malang kaleng susah didapat, maka lahirlah KLJ pralon bahkan lahir pula seorang ahli kamera KLJ kotak tripleks. Dan di jakarta lahir kamera KLJ “pocket” dalam arti sebenarnya, bisa dimasukan ke dalam saku.
Dan jika efek KLJ disebutkan tidak akrab lingkungan, justru hikmahnya adalah kita dapat menyisipkan pesan dan memperkenalkan cara menangani limbah yang ditimbulkan dalam proses fotografi analog dengan benar. KLJ mengajarkan kita menata limbah dan puing dunia menjadi lebih berarti. KLJ mengingatkan kita akan dunia materi yang fana sekaligus menjadi alat untuk pendidikan jiwa, penggemblengan rasa, dan eksplorasi kreativitas bagi para kreator fotografi Indonesia.
KLJ bukan alat yang sempurna tapi kendaraan untuk menjadi sempurna, meski hingga saat ini KLJI masih sarat dengan berbagai ujian, saya tetap yakin, bahwa kita masih ada di jalan yang benar. 

(Ray Bachtiar Drajat)


Ragam KLJ

Kamera KLJ tahun 2001 karya Ray Bachtiar Drajat

Kamera Poket KLJ

Gemma Frisius 1545 Crop

Foto KLJ Pertama karya Ray Bachtiar Drajat: Pagar Rumah Tinggal, 1997

Kuda Kasongan karya Ray Bachtiar Drajat, 2001

Guest House Kebun Raya Bogor


Kamis, 18 November 2010

mana mana



panitia ku yg cantik" ma ganteng (ha ha ?),
mana nih hasil poto lubang jarum kaliaaaaannn ?? liaat dong hehehehe . scan trus posting yaaaa. wuhhuu . aku kaaan gag ikut pelatihan. huhuhu


kinan-pubdok 

Selasa, 16 November 2010

Pelatihan Lubang Jarum Panitia Holographtion dan KLJ Bandung

             Kamera lubang jarum merupakan suatu teknik fotografi yang terbilang unik. Selain tidak menggunakan lensa, kamera ini pun dapat dibuat secara sederhana dengan memanfaatkan barang-barang yang ada di sekitar kita. Walaupun dewasa ini teknologi semakin canggih, namun masih terdapat segelintir orang yang menghargai lingkungan dan kreatifitas. Itulah sebabnya kini bermunculan banyak komunitas yang mengaku menyukai teknik fotografi lubang jarum ini. Sebut saja Komunitas Lubang Jarum Bandung, salah satu anak dari Komunitas Lubang Jarum Indonesia. Komunitas ini senantiasa memperkenalkan teknik fotografi lubang jarum kepada masyarakat luas melalui berbagai bentuk pelatihan, sehingga tidak jarang banyak masyarakat yang mulai menggandrungi fotografi lubang jarum.

         Dalam rangka Lustrum Himbio Unpad yang ke-10, kami selaku panitia bermaksud mengadakan suatu workshop fotografi lubang jarum yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan Febuari, 2011 dengan pembicara Ray Bachtiar (pencetus ide lubang jarum dan pendiri Komunitas Lubang Jarum Indonesia) dan Deni Sugandi (Ketua Komunitas Lubang Jarum Bandung). Acara ini diselenggarakan atas kerjasama Himbio Unpad dan Komunitas Lubang Jarum.

                  Sebagai permulaan, pada hari Jumat, 12 November 2010 diadakan sebuah pelatihan kecil untuk panitia mengenai teknik fotografi lubang jarum. Pelatihan dimulai tepat pukul 10.00 WIB di daerah Cijerah, Bandung, dengan menghadirkan rekan-rekan dari Komunitas Lubang Jarum (KLJ)Bandung, yakni kang Deni Sugandi, kang Benny, kang Gugun dan kang Roni. Pertama-tama dijelaskan dulu apa itu lubang jarum, bagaimana cara memakainya dan seperti apa fungsinya. Penjelasan hanya berlangsung selama 15 menit, dan setelah itu rekan KLJ langsung menerangkan cara membuat kamera lubang jarum. Atas permintaan panitia, kamera lubang jarum yang dibuat berasal dari kaleng bekas. Namun demikian, selain kaleng bekas, kamera lubang jarum juga dapat dibuat dengan bahan dasar kardus atau duplex, bedanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pembuatannya lebih lama.

            Pertama-tama dibuat lubang kecil pada bagian tengah kaleng. Setelah itu kaleng diberi pilox (cat) hitam pada bagian dalamnya. Selama menunggu pilox kering, panitia diminta membuat campuran larutan yang akan digunakan dalam proses pencucian foto. Terdapat tiga macam larutan yang dipakai, yakni larutan Developer, larutan air+cuka, dan larutan fixer. Ketiga larutan ini diletakkan pada tiga baki khusus yang berbeda. Setelah proses pembuatan larutan, panitia kemudian digiring ke kamar gelap. Dalam proses fotografi lubang jarum, kamar gelap merupakan komponen yang sangat penting, karena di sinilah terjadi proses pencucian dan pemindahan kertas foto dari dan ke dalam kamera. Kamar gelap dapat dibuat dengan menggunakan lampu merah atau lampu biasa yang dibungkus oleh kertas merah. Selama kegiatan berlangsung di kamar gelap, panitia dilarang keluar-masuk secara sembarangan, karena akan mempengaruhi cahaya yang masuk.

        Setelah pilox kering, panitia pun mulai melubangi suatu kertas aluminium foil khusus dengan menggunakan jarum pentul. Pelubangan dilakukan sekecil mungkin, karena ini akan berpengaruh pada proses pengambilan gambar. Setelah jadi, aluminium foil yang sudah dilubangi pun ditempelkan ke lakban dan akhirnya ditempelkan ke lubang kamera yang sebelumnya sudah dibuat, dengan posisi lubang jarum terlihat dari dalam kamera. Sebagai pembuka dan penutup lubang kamera, ditambahkan pula karton hitam dan karet yang berfungsi mengatur cahaya masuk. Setelah kamera siap, dilakukan proses pemasukan kertas foto ke dalam kamera, dan ini dikerjakan di dalam kamar gelap. Posisi kertas foto yang cenderung kasar seperti kulit jeruk harus menghadap ke lubang kamera, baru kemudian kamera ditutup bagian atasnya (bila menggunakan kaleng, bagian atas kaleng yang terbuka ditutup dengan tutup kaleng).

             Selanjutnya proses pengambilan gambar. Proses ini dilakukan dengan sangat cepat. Kuncinya, kamera ini harus diletakkan di depan objek yang ingin difoto, dalam kondisi diam (tidak bergerak) selama kurang lebih 30 s/d 50 detik (tergantung cahaya matahari). Objek yang dapat diambil hanya berupa objek diam dan apabila ada objek lainnya yang bergerak menghalangi kamera, maka akan terjadi overlapping (penumpukan)gambar yang diambil. Setelah selesai mengambil gambar, kamera langsung dibawa ke kamar gelap. Kemudian dimulailah proses pencucian foto. Dengan menggunakan jepit foto khusus, foto dicelupkan ke dalam tiga larutan (urutan developer - air+cuka - fixer) yang sudah disiapkan dengan durasi waktu yang bervariasi. Di dalam larutan developer, foto dicuci dengan cepat hingga muncul objek gambar yang diinginkan. Dari developer, foto kemudian dipindahkan ke larutan air dan cuka selama 30 detik sebelum akhirnya dipindahkan ke larutan fixer selama 1 menit. Setelah 1 menit, foto kemudian dicuci di air kran sampai permukaan foto berubah kesat (tidak licin lagi).

             Proses selanjutnya adalah penjemuran foto. Proses ini berlangsung di bawah sinar matahari dengan durasi sekiranya foto kering. Objek dalam kamera lubang jarum akan terlihat terbalik dan hanya berupa negatifnya saja. Namun setelah dilakukan pen-scan-an ke dalam PC, maka foto pun akan terlihat jelas dan bagus. Dari sekian banyak foto yang dihasilkan oleh panitia, ada beberapa foto yang memang tampak bagus dan jelas, namun ada juga yang terbakar ataupun kurang jelas. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu pengambilan gambar yang terlalu lama atau sebentar, cahaya matahari yang kurang masuk saat pengambilan gambar, proses pencucian yang terlalu lama atau kesalahan saat pemindahan kertas foto.

           Pelatihan berakhir tepat pukul 12.00 WIB. Setelah melakukan evaluasi dan diskusi, panitia pun tidak lupa untuk berfoto dengan rekan-rekan KLJ. Senang rasanya bisa membuat dan memiliki kamera sendiri. Penasaran ingin seperti kami? Makanya datang saat workshop Kamera Lubang Jarum bersama Ray Bachtiar dan KLJ Bandung tanggal 5 Febuari 2011 di Bandung. Sampai ketemu lagi ya!

Salam fotografi!

Ini nih dokumentasi kita saat latihan :) 








Senin, 15 November 2010

SYARAT DAN KETENTUAN LOMBA FOTOGRAFI DIES NATALIS HIMBIO KE-50


KETENTUAN UMUM

a. Pengertian : Penyelenggara adalah Himpunan Biologi Unpad
b. Lomba terbuka untuk umum, Warga negara Indonesia
c. Tema lomba adalah : Flora dan Fauna. Peserta silahkan mengambil objek foto apapun yang bisa menyesuaikan dengan tema tersebut. Tidak usah terpaku dalam satu hal, tetapi silahkan explore sendiri dan mengartikan tema tersebut secara luas.
d. Seluruh subyek/materi foto berada di Indonesia
e. Semua hasil karya akhir harus berupa file elektronik atau format digital berwarna dan tidak diperkenankan menggunakan teknik infra-merah atau metoda pengubahan warna lainnya.
f. Olah digital diperbolehkan, sebatas perbaikan kualitas foto (sharpening, cropping, color balance, dogde/burn dan saturasi warna) tanpa mengubah keaslian objek. Tidak diperkenankan mengirimkan foto berupa kombinasi lebih dari satu foto atau menghilangkan/ mengubah elemen-elemen dalam satu foto.
g. Setiap peserta dapat mengirimkan paling banyak 2 (dua) buah foto untuk dilombakan. Bila ternyata seorang peserta mengirimkan lebih dari 2 (dua) buah foto, panitia akan mendiskualifikasi foto yang terakhir diterima.
h. Tidak diperbolehkan mencantumkan nama/judul atau tulisan, grafis atau penanda apapun yang nampak dalam foto.
i. Dilarang menyertakan karya foto yang mengandung unsur pornografi atau sadisme
j. Peserta haruslah satu-satunya pemilik dari seluruh hak kekayaan intelektual atas hasil karya yang dikirimkan. Setiap pelanggaran atas hak kekayaan intelektual orang lain akan diproses secara hukum. Peserta membebaskan pelaksana dan penyelenggara dari setiap gugatan atau tuntutan ganti rugi yang diajukan pihak ketiga dalam hal peserta dalam perlombaan ini melakukan pelanggaran atas hak kekayaan intelektual pihak ketiga.
k. “Model & property release” sepenuhnya menjadi tanggungjawab peserta. Pelaksana dan penyelenggara tidak bertanggung jawab atas tuntutan dari pihak foto model ataupun pihak lainnya sehubungan dengan materi lomba yang dikirimkan atau diikutsertakan dalam lomba.
l. Setiap foto yang dikirimkan harus belum pernah dipublikasikan untuk keperluan yang bersifat komersial serta harus bebas dari setiap kontrak atau ikatan lain yang membatasi peserta dan penyelenggara untuk melakukan publikasi foto tersebut pada media yang berhubungan dengan perlombaan ini.
m. Pelaksana dan penyelenggara berhak untuk mendiskualifikasi setiap materi lomba yang diikutsertakan, sebelum, selama dan sesudah penjurian dilakukan apabila materi yang diikutsertakan tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
n. Untuk foto-foto pemenang, peserta setuju untuk memberikan hak kepada pelaksana kegiatan untuk mereproduksi dan menggunakan foto-foto tersebut pada media publikasi kegiatan.
o. Hak cipta atas foto pemenang dan terpilih tetap melekat pada fotografernya.
p.Pelaksana dan penyelenggara tidak bertanggung jawab atas penyalahgunaan hak cipta oleh pihak ketiga, sehubungan dengan hal ini, peserta tidak dapat melakukan tuntutan.
q. Pelaksana dan penyelenggara lomba berhak untuk mendiskualifikasi setiap materi lomba yang diikutsertakan, sebelum, selama dan sesudah penjurian dilakukan apabila materi yang diikutsertakan tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
r. Dengan keikutsertaan, peserta dianggap telah menerima dan menyetujui seluruh persyaratan.
s. Panitia tidak melayani segala bentuk surat menyurat dan berbagai korespondensi lainnya. Komunikasi elektronik (via email) dipergunakan setelah penjurian dinyatakan selesai.
t. Keputusan dewan juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat


KETENTUAN FILE/BERKAS FOTO :

• Foto dikirim dalam format JPEG.
• Sisi terpanjang maksimum 1024 pixel dan lebar  786 pixel  dengan resolusi 72dpi
• Foto harus disimpan di berkas jpeg kualitas maksimum pada skala 7
• Besar file dari setiap foto : minimum 175 kb dan maksimum 300 kb per foto
• Resolusi yang tinggi akan diperlukan untuk penyiapan cetak materi pameran dan material publikasi lainnya sehubungan dengan kegiatan lomba ini.
• Kepada pemilik Foto Pemenang dan Terpilih akan diminta mengirimkan file foto dengan resolusi tinggi untuk keperluan cetak yang berhubungan dengan kegiatan lomba ini.

PENAMAAN FILE FOTO :
Penamaan file foto yang dilombakan, wajib mengikuti ketentuan format penulisan sebagai berikut :
nama peserta-judul foto-empat angka terakhir telpon peserta.jpg

Contoh:
karya dikirim oleh Kinanti Gitaputri , No. telepon 085xxxxx6020 , judul foto “Merebut Mangsa”
maka nama filenya adalah :
Kinanti Gitaputri-Merebut Mangsa-6020.jpg
Foto dikirim via pos ke alamat :
Jalan Semarang, No. 4 RT 003/RW 011, Antapani Kidul, Bandung 40291

format : yth panitia holographtion
                 Jalan Semarang, No. 4 RT 003/RW 011, Antapani Kidul, Bandung 40291

             
foto dikirim dalam CD ( soft kopi ) dan dicetak 4R.
File foto dalam CD harap mengikuti ketentuan file foto seperti yang dicantumkan di atas.
Pengembalian formulir dan pengumpulan foto dilakukan secara bersamaan via pengiriman pos ke alamat di atas dengan mengikuti format pengiriman yang diberikan.


FORMULIR 


Peserta akan dikenakan biaya Rp 30.000,00 untuk satu formulir. Tiap formulir hanya berlaku untuk maksimal 2 foto.

Pembelian formulir dapat dilakukan langsung di sekretariat Himbio Unpad: Jl. Raya Bandung – Sumedang Km 21 Gedung Biologi FMIPA UNPAD Jatinangor pada saat jam kerja (Senin-Jumat).



atau DOWNLOAD di sini

Pembayaran juga dapat dilakukan via transfer ke rekening Panitia :

a/n : Anastasya Ratu Chaerani
Bank Nasional Indonesia (BNI) Cabang Bandung
No Rekening : 01 640 658 57

Setelah melakukan transfer, harap langsung menghubungi CP yang tertera pada bawah formulir.





1.  1 Desember 2010                                 Pembukaan pendaftaran
2.  15 Januari 2011                                     Batas pengembalian formulir dan pengumpulan foto.
3.  15 Januari – 15 Febuari 2011              Penilaian oleh Juri   
4.  27 Febuari 2011                                    Pengumuman pemenang


Juri lomba :
·         Riza Marlon
Fotografer Flora dan Fauna se-Indonesia

·        Deni Sugandi
Fotografer dan Ketua Komunitas Kamera Lubang Jarum Bandung
·         Dudi Sugandi


















IKUT YAAAAAAAAA TEMAN-TEMAN :)




Sabtu, 23 Oktober 2010

Holograpthion : Photography Workshop and Race

Holograpthion is a photography workshop and race held by Himbio Unpad in 2010. It's one of The 50th Dies Natalis Himbio Unpad program which is organized by Biology's scholars. The workshop's concentrate in pinhole camera while the race is in flora and fauna themes. It will be held soon in February 2011, in Bandung, West Java.


WHAT IS A PINHOLE CAMERA?

A pinhole camera, also known as camera obscura, or "dark chamber", is a simple optical 
imaging device in the shape of a closed box or chamber. In one of its sides is a small hole which, 
via the rectilinear propagation of light, creates an image of the outside space on the opposite
 side of the box.
History*
Images created via a small opening will be found in the natural environment and in everyday life, 
and people in various parts of the world have been observing them since ancient times. Probably 
the earliest surviving description of this kind of observation dates from the 5th century BC, written
 by Chinese philosopher Mo Ti. In the Western hemisphere, Aristotle in 4 BC was asking, without
 receiving any satisfactory answer, why sunlight passing through quadrilaterals, for example, one
 of the holes in wickerwork, does not create an angled image, but a round one instead, and why
 the image of the solar eclipse passing through a sieve, the leaves of a tree or the gaps between
crossed fingers creates a crescent on the ground. In 10 AD the Arabian physicist and 
mathematician Ibn al-Haitham, known as Alhazen, studied the reverse image formed by a tiny
 hole and indicated the rectilinear propagation of light. There was another scholar during the
 Middle Ages who was familiar with the principle of the camera obscura, namely the English 
monk, philosopher and scientist Roger Bacon. It was not until the manuscriptCodex atlanticus (c. 1485) that the first detailed description of the pinhole camera was set down by Italian artist and inventor 
Leonardo da Vinci, who used it to study perspective.
Initially, the camera obscura was, in fact, a room where the image was projected onto one of the
 walls through an opening in the opposite wall. It was used to observe the solar eclipse and to 
examine the laws of projection. It later became a portable instrument which was perfected with
 a converging lens. Instruments of this kind were often used as drawing aids and, at the dawn
 of photographic history, they formed the basis for the construction of the camera. The pinhole 
camera was finally also applied in modern science – during the mid-20th century scientists
 discovered that it could be used to photograph X-ray radiation and gamma rays, which the 
ordinary lens absorbs. As a result, the pinhole camera then found its way onto spacecraft and 
into space itself.
While the first photograph taken with a pinhole camera was the work of Scottish scientist Sir
 David Brewster back in 1850, the technique became more established in photography during
 the late 19th century when it was noted for the soft outlines it produced, as opposed to lenses
 generating perfect, sharp images. The pinhole camera was later abandoned and it wasn't until 
the end of the 1960s that several artists began using it in their experiments, thus awakening 
renewed interest in this simple photographic apparatus which endures to this day.

Diagram of a pinhole camera.

Diagram of a pinhole camera.

Why pinhole camera images are out of focus.

Why pinhole camera images are out of focus.
Principle and characteristics
As mentioned above, the image in the pinhole camera is created on the basis of the rectilinear propagation of light. Each point on the surface of an illuminated object reflects rays of light in all directions. The hole lets through a certain number of these rays which continue on their course until they meet the projection plane where they produce a reverse image of the object. Thus the point is not reproduced as a point, but as a small disc, resulting in an image which is slightly out of focus. This description would suggest that the smaller the hole, the sharper the image. However, light is essentially a wave phenomenon and so, as soon as the dimensions of the opening are commensurable with the dimensions of the light wavelength, diffraction occurs. In other words, if the hole is too small, the image will also be out of focus. The calculations for the optimal diameter of the hole in order to achieve the sharpest possible image were first proposed by Josef Petzval and later perfected by British Nobel prizewinner Lord Rayleigh (see Making the pinhole). He published the formula in his bookNature in 1891, and it is still valid today.
The image created by a pinhole camera has certain characteristics which we won't find in classical lens photography. Since the process entails a central projection, the images in the pinhole camera are rendered in ideal perspective.
Another special characteristic is the infinite depth of field which, in a single photograph, allows objects to be captured with equal sharpness whether they are very close up or far away.
The pinhole camera takes in an extremely wide angle. The rays of light, however, take much longer to reach the edges of the negative than the centre, thus the picture is less exposed along the edges and therefore darkens.
A certain disadvantage of the pinhole camera is the amount of light allowed through (small aperture), which complicates and sometimes prevents entirely the photographing of moving subjects. Exposure time is normally counted in seconds or minutes but, in bad lighting conditions, this could be hours or even days (see Determining exposure times for pinhole cameras).


You can transform any light-proof box into a pinhole camera.
Sample photograph: 1
Pinhole Cameras
Constructing a simple pinhole camera is easy. Make a hole in one side of a closable box made of material which doesn't let light in. Place a thin piece of metal or tin can with a tiny hole over the opening. On the outside of the box stick a strip of black tape over the opening which acts as the release. Then, in a dark room, attach a piece of film or photographic paper onto the opposite side and the camera is ready.
The pinhole camera's simple construction offers a number of ways in which it can be constructed, using various materials. The cameras can be all kinds of shapes and sizes, with various formats and types of light-sensitive material, several holes, curved film planes, for panoramic images etc. There are all sorts of imaginative ways to make these cameras; the most ordinary of objects can unexpectedly become pinhole cameras, for example a matchbox, book, a pepper, travel bag, a delivery van, an old fridge or even a hotel room. You can, of course, turn your ordinary camera into a pinhole camera by simply replacing the lens with a small hole. And to complete the list, there are also a number of commercially produced pinhole cameras in existence, on the whole, highly elaborate models.
What you experience once you design, construct and try out your own pinhole camera is difficult to describe. You'll find yourself on a whole new plane of imagination, experimentation and creativity. Moreover, the photos themselves have an unusual atmosphere and capture the world in a different way than you are used to. Make your own pinhole camera and take some photographs with it. You'll find out for yourselves.



Rabu, 20 Oktober 2010

APA SIHHH KAMERA LUBANG JARUM ????

Tahukah anda, bahwa kamera yang pertama di dunia dulu dapat bekerja baik, padahal tidak berlensa? Dan uniknya, kamera tanpa lensa ini belum juga punah, karena masih sering dipakai hingga hari ini, kita biasa menyebutnya dengan kamera lubang jarum

sejarah kamera lubang jarum....

Kamera tanpa lensa ini telah dipakai sejak dulu kala [1]. Pada abad keempat, sejumlah tokoh Yunani seperti Aristoteles dan Euclid telah mendeskripsikan teknik tersebut. Begitu pula, pada abad kelima, seorang filsuf Cina bernama Mo Jing juga telah bermain-main dengan teknik ini, yang ternyata memang sederhana namun bekerja dengan cukup baik.

prinsip kerja kamera lubang jarum....










Bayangkan bahwa anda memiliki sebuah ruang kamar yang benar-benar tertutup rapat, kecuali pada sebuah ‘lubang jarum’ di salah satu sisinya. Gelombang cahaya akan ‘bocor’ memasuki lubang ini, sehingga sebuah citra akan terbentuk pada sisi dinding yang berseberangan dengan ‘lubang jarum’. Seperti terlihat pada gambar, citra yang terbentuk menyerupai objek yang terletak di luar ruang kamar, hanya saja terproyeksikan secara terbalik.

cara membuat kamera lubang jarum.....

1.Gunakan kaleng atau kotak kecil sebagai badan kamera. Kemarin yang digunakan untuk kamera adalah kaleng biskuit.

2.Keseluruhan badan kamera (interior maupun eksteriornya) di cat hitam (biasanya pake cat doff bukan yang glossy) untuk mencegah adanya refleksi cahaya

3.Buat sebuah lubang kecil di salah satu sisi sebagai jalan masuk cahaya (diafragma). Bila lubang terlalu besar, tutup lubang dengan aluminium, lalu lubangi aluminium dengan jarum.

4.Tempelkan sebuah penutup yang berfungsi sebagai rana (bisa menggunakan lakban hitam) di lubang tersebut untuk mencegah masuknya cahaya saat kita sedang tidak melakukan pemotretan. Untuk mengecek apakah lubang tersebut telah sesuai dengan yang diinginkan, kita dapat mengetahuinya dengan melihat ke dalam sisi belakang kamera.

5.Pada sisi dalam kaleng a.k.a kamera yang berhadapan dengan lubang tersebut, tempelkan juga sebuah double tape untuk menahan kertas foto (biasanya memakai lakban hitam dengan sisi yang lengket ada diluar)

6.Sebagai media perekam cahaya, kita bisa memakai film atau kertas foto. Kertas foto lebih banyak dipilih karena lebih mudah dipegang dan mudah untuk memasangnya di safelight. Sedangkan jika menggunakan film, harus dipasang pada ruang yang gelap total. Yang perlu diperhatikan, kertas foto kurang sensitif terhadap cahaya jika dibandingkan dengan film.

7.Pasang kertas foto yang akan kita gunakan, dengan cara menempelkannya pada dinding dalam kamera pada arah yang berlawanan dengan lubang jarum. Emulsinya harus terletak berhadapan dengan lubang jarum (sisi yang mengandung emulsi biasanya terasa agak lengket bila dipegang)





catatan.......

1. Semakin besar lubang, dan semakin lama bukaan lubang: maka citra menjadi semakin terang, tapi detilnya semakin kabur.

2. Semakin kecil lubang, dan semakin singkat bukaan lubang: maka citra menjadi semakin gelap, tapi detilnya semakin tajam.























sumber:


http://netsains.com/2008/08/kamera-awalnya-bekerja-tanpa-lensa/
http://daddyelfansmusic.wordpress.com/2009/07/11/pinhole-camera-walau-jadul-tetep-asyik/